Minggu, 25 Oktober 2009

Heal The World


Michael Jackson - Heal The World Lyrics

michael jackson - heal the world

There's a place in your heart, and I know that it is love
And this place could be much brighter than tomorrow
And if you really try, you'll find there's no need to cry
In this place you'll feel, there's no hurt or sorrow

There are ways to get there
If you care enough for the living
Make a little space, make a better place

* Heal the world make it a better place
For you and for me and the entire human race

** There are people dying if you care enough for the living
Make a better place for you and for me

If you want to know why, there's a love that cannot lie
Love is strong, it only cares for joyful giving if we try
We shall see in this bliss, we cannot feel fear or dread
We stop existing and start living

Then it feels that always love's enough for us growing
So make a better world, make a better world

[Repeat * , **]

And the dream we were conceived In will reveal a joyful face
And the world we once believed in will shine again in grace
Then why do we keep strangling life wound this earth crucify
Its soul though it's plain to see this world is heavenly be God's glow

We could fly so high let our spirits never die in my heart
I feel you are all my brothers create a world with no fear
Together we'll cry happy tears see the nations turn
Their swords into plowshares

We could really get there if you cared enough for the living
Make a little space, to make a better place

[Repeat * , ** , * , **]

[Repeat * , ** , ** , **]

You and for me (x11)

[ thanks to syakuralamis[at]yahoo.com for correct this lyrics ]


powered by lirik lagu indonesia



Senin, 06 Juli 2009

Rama - rama Surga di Hatiku


Rama - rama Surga di Hatiku


Suatu hari seperti biasanya ana pagi-pagi kuliah ke kampus Universitas Indonesia. Hari itu tepatnya tanggal 26 juni 2009 ana kebetulan ada kuliah semester pendek dan masuk kuliah jam 07.30. Hari itu ana kuliah Biostatistik dengan pengampu Bapak Sutanto Priyo Hastono. Kebetulan hari itu kami semua baru saja melangsungkan ujian tengah semester hari kamisnya yaitu tanggal 25 juni 2009. seperti biasanya kuliah di ikuti 11 orang dari K3 karena kami memang mengajukan mata kuliah tersebut agar bisa dibuka di semester pendek kali ini. Jadi yang ikut semuanya dari departemen keselamatan dan kesehatan kerja ( K3 ). Setelah beberapa jam kuliah di laksanakan dan waktu menunjukkan pukul 11.30, maka kuliah berakhir karena kebetulan hari jumat jadi kami melaksanakan kewajiban untuk solat jumat. Ana memilihsolat jumat di masjid Universitas Indonesia karena tempatnya yang nyaman dan tidak panas. Ana pergi solat jumat dengan teman ana dengan inisial AN dan Nu.

Setelah solat jumat berakhir sekitar pukul 12.30 kami duduk-duduk di dalam masjid di lantai dua sembari ngobrol-ngobrol kecil. Meskipun kami ada tugas untuk mengerjakan tugas Promosi kesehatan dengan teman-teman di perpustakaan kesehatan masyarakat, tetapi kami tidak bergegas pulang.

Ini mengenai cerita nyata yang membuat ana terkagum, cerita ini benar benar mengingatkan ana mengenai Rama-rama nan cantik dan rupawan. Suatu ketika, teman ana yang bernama AN habis solat jumat di masjid Ui bertanya kepada ana dan teman ana yang bernama Nu.

Pertanyaannya sebenarnya mudah, tetapi menurut ana sangat susah untuk menjawabnya. Pertanyaannya begini : ” Apa yang di sukai seorang akhwat ( perempuan ) dari seorang Ikhwan ( laki-laki ). Selanjutnya teman ana Nu menjawab dengan segera : karena Hartanya/kekayaannya.

Terus teman ana AN bertanya lagi melanjutkan pertanyaan sebelumnya : ” terus sebenarnya ada tidak seorang akhwat ( perempuan ) yang menyukai laki-laki tetapi lelaki tersebut tidak kaya/tidak punya harta ”...?

Teman ana, Nu menjawab tidak ada, karena sekarang ini tidak ada akhwat ( perempuan ) yang mau menikah dengan orang yang tidak jelas dan tidak mempunyai kekayaan. karena sekarang ini seorang akhwat yang di lihat kekayaannya/hartanya.

Terus An meminta pendapat dari ana seperti apa, kemudian ana menjawabnya bahwa untuk pertanyaan pertama ana setuju dan sependapat dengan teman ana Nu bahwa yang di sukai seorang akhwat dari seorang ikhwan ( laki-laki ) adalah hartanya/kekayaannya.

Tetapi utuk pertanyaan teman ana An yang kedua, ana tidak sependapat dengan pernyataan Nu, karena menurut ana, meskipun prosentasenya kecil, ana yakin masih ada seorang akhwat ( perempuan ) yang masih mencintai seseorang, meskipun orang tersebut tidak bergelimpangan dengan harta benda. Justru akhwat seperti itulah yang akan menjadi Rama-rama surga yang akan di turunkan sebagai surga di rumah kita. Ana bilang orang seperti itu berarti mempunyai ketaqwaan yang tinggi, karena pernikahan hanyalah sebagai jalan, rizki datangnya dari Alloh. Jadi segala sesuatu bisa dicari. Akhwat yang seperti itu sadar betul bahwa harta hanyalah titipan. Jadi pernikahan yang di landasi mencintai karena Alloh tidak memandang status dari harta dan kekayaannya semata. Jadi ana yakin masih ada akhwat ( perempuan ) seperti itu..! ” Jawab ana’.

Sebagai contohnya misalnya untuk pertanyaan pertama, banyak perempuan yang suka pada seorang laki-laki karena statusnya/pangkatnya tinggi, punya kekayaan, mobil banyak, harta melimpah. Meskipun dalam hal fisik orang tersebut tidak ganteng, tidak pernah menjalankan solat dan perintah alloh swt. Terus untuk contoh pertanyaan yang kedua, ada seorang yang biasa saja, tidak ganteng, tidak punya harta, tidak punya jabatan dll tetapi karena budi pekerti, dia rajin beribadah, baik hati dll maka seorang akhwat bisa menyukainya..imbuh saya menjelaskan pertanyaan pertama dan kedua

Selanjutnya teman Ana, An berkata : bahwa kejadian itu pernah dia alami sendiri, katanya, saya tidak kaya. Terus saya juga tidak ganteng. Tetapi kenapa dia ( Istri ) saya, menyukai saya..terus dia juga bercerita, istri saya bahkan memberikan izin kepada saya untuk menikah lagi. Dan tahu tidak dia mengatakannya kapan..?

Terus ana dan Nu menggelengkan kepala (tanda tidak tahu). Terus An mengatakan bahwa istri saya mengijinkan hal tersebut pada saat malam pertama saya...” kata An..

Apa...” kata kami berdua terkejut. ”Iya dia mengijinkan saya menikah lagi dengan syarat bahwa istri yang saya cari harus hapal Al Quran minimal 15 Juzz ”.kata An menambahkan.

Wah ana sangat terkejut mendengar pernyataan dari istri An. Sungguh ana sangat bangga kepada dia. Dia rela, sabar dan ikhlas memberikan apa yang dia punya demi mendapatkan keridhoan Alloh SWT. Ana yakin dia wanita yang solehah dan pastilah selalu menjaga nilai-nilai akidahnya.

Dari kejadian di atas ana jadi teringat mengenai suatu buku yang ana baca karangan Dr. Khalid Abu Syadi, dengan judul ” Perjalan Mencari Keyakinan ” dan ini sedikit cuplikannya :

Sosok salah seorang istri pegiat dakwah berikut ini patut di jadikan pelajaran. Suaminya digelandang ke penjara tanpa sebab dan tanpa masalah. Dia di tangkap, hanya karena ia aktifis dakwah yang harus menebus jalan yang dilalui para nabi dan rasul Alloh subhanahu wa ta’ala. Penagkapan terjadi hanya berselang tiga bulan setelah pernikahannya. Diapun divonis tanpa pembelaan selama 20 tahun hukuman penjara.

Sebagai suami, sangat wajar ia merindukan istrinya. Jiwanya yang mulia menolak jika istrinya pun di penjara kebebasannya. Makanya sang suami mengirim surat pada istrinya, menawarkan kepadanya untuk memutuskan pilihan. Sang istri membalas surat sang suaminya dengan kata-kata yang dihiasi bunga-bunga keyakinan ;

sungguh, aku telah merasakan nikmatnya dunia selama tiga bulan. Lalu, apakah ketika pahala akhirat akan menghampiri engkau ingin mendapatkannya tanpa diriku ? ! Demi Alloh, tidak ada yang memisahkan antara aku dan dirimu kecuali kematian ! ”

Subhanalloh ! apa yang mendorong sosok perempuan lemah ini memiliki kesabaran yang demikian besar yang tidak dapat di pikul gunung-gunung ? kompensasi apa yang akan dia dapatkan ?

Itulah keyakinan terhadap janji Alloh dan kepercayaan mutlak akan pahala-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Yang tidak lain gambaran surga dan neraka yang terpatri dalam jiwanya, yang demikian jelastanpa kabut penghalang, tertancap dalam nuranitanpa gangguan. Oleh karena itu, ia mampu bersikap wajar, rela berkorban dan ridho dengan apa yang terjadi

Sabar Dalam Menghadapi Bencana (musibah)

Hubungan antara sabar dalam menghadapi bencana dengan keyakinan sangat jelas, sebab yang bisa membantu tegar dalam menghadapi bencana zaman dan kompleksitas problematikanya adalah pengharapan akan mendapatkan pahala baik.

Dan ketika seorang berharap akan pahala yang baik serta mempercayai dan meyakininya, maka beban derita yang dialami akan ringan disebabkan tersedianya pengganti. Bisa di pastikan, sikap demikian akan meringankan beban besar yang di pikul mengingat pengganti kenikmatan dan kenikmatan atas ketabahannya menghadapi derita.

Tanpa demikian, niscahya mengganggu kemaslahatan dunia dna akhirat, sebab seseorang takkan mampu tegar memikul beban yang sementara, kecuali ia akan mendapatkan jaminan hasil yang tak lama, kemudian. Kondisi alamiah jiwa biasanya lebih cenderung pada hal-hal yang segera. Sedang kekhususan akal, ia akan senantiasa memikirkan dampak buruk dan memperhitungkan tujuan.”

Dikisahkan, salah seorang wanita ahli ibadah tergelincir jatuh. Jari tangannya putus. Tapi ia malah tersenyum. Orang yang menyertainya keheranan dan bertanya,”anda ini aneh, jari anda terputus, kok mlah tertawa ?”

Ia menjawab,”aku akan menjawabmu sesuai kadar kemampuan nalarmu. Manisnya pahala (musibah)telah menghapuskan ingatanku untuk mengingat kepahitan (musibah)

Seorang manusia tidaklah akan sabar kecuali meyakini akan meraih pengganti dan merasa tenang dengan imbalan dari musibah yang menimpanya. Zuhair bin Nai’im Al-Bani mengatakan,”sikap tegar takkan tercipta kecuali dengan dua hal; kesabaran dan keyakinan. Jika hanya yakin saja tanpa kesabaran, maka tak akan tercipta. Begitupula jika sabar tanpa keyakinan, maka takkan tercipta.”

Abu Darda Radhiyallahu anhu membuat perumpamaan,”perumpamaan keyakinan dengan kesabaran adalah ibarat dua orang petani yang mencangkuli tanah. Jika salah seorang duduk, maka yang lainpun akan duduk pula.


Di Posting Oleh : Dorin Mutoif, Alumni SKI tahun kepengurusan 2005-2006 dan 2006-2007 Poltekkes Depkes Yogyakarta, Jurusan Kesehatan Lingkungan

Universitas Indonesia, Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja/K3,

Munggu Rt 02, Rw 02, Gang Mlaten No 02 No Rumah 05, Petanahan, Kebumen, Jawa Tengah

Senin, 08 Juni 2009

MATA KULIAH DASAR KESELAMATAN / SAFETY



TUGAS UAS
MATA KULIAH DASAR KESELAMATAN / SAFETY

PJ MK : 1. DADAN ERWANDI, SPsi, Mpsi
2. Yuni, SKM, MKk.


KECELAKAAN KAPAL LAUT, TERBALIKNYA KM. ACITA – 03 PESISIR PANTAI LAKEBA, BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA
18 OKTOBER 2007



OLEH :
DORIN MUTOIF ( 0806384084 )


PROGRAM SARJANA
DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2009




KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan anugrah dan karunianya, sehingga akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas akhir / UAS mata kuliah dasar keselamatan / safety sebagai ujian akhir semester yang berjudul “ KECELAKAAN KAPAL LAUT TERBALIKNYA KM. ACITA – 03 PESISIR PANTAI LAKEBA, BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA 18 OKTOBER 2007 “
Dengan rendah hati kami mengakui dan menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir mata kuliah dasar keselamatan / safety ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan masukan sebagai bahan koreksi dan demi kemajuan bersama.
Akhir kata kami berharap semoga tugas akhir mata kuliah dasar keselamatan / safety ini dapat bermanfaat bagi kita semua.




SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME


Saya dengan ini menyatakan bahwa makalah/ /tugas ini dibuat dengan sejujurnya dengan mengikuti kaidah Etika Akademik UI serta menjamin bebas Plagiarisme.
Adapun kutipan didalam makalah ini telah saya sertakan nama pembuatnya / penulisnya dan telah kami masukan kedalam daftar pustaka.

Bila kemudian diketahui saya melanggar Etika Akademik maka saya bersedia dinyatakan tidak lulus/gagal.

Depok, tanggal 8 Juni 2009

Tanda tangan individu :

Nama /NPM Tandatangan

1. Dorin Mutoif / 0806384084 .......................





DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. 1
Pernyataan Bebas Plagiat .............................................................................. 2
Daftar isi ........................................................................................................ 3

1. Pendahuluan
A. Latar Belakang ..................................................................................... 4
B. Data Kapal .......................................................................................... 5

2. Isi
A. Kronologis Kejadian ............................................................................ 7
B. Proses Evakuasi dan Tindakan Penyelamatan ..................................... 8
C. Kerugian Kecelakaan ( Korban dan Kerugian ) .................................... 9
D. Informasi Tambahan ........................................................................... 10
E. Analisis Penyebab ................................................................................ 15
F. Penyebab Langsung dan Tidak Langsung ............................................ 18
G. Tindakan Korektif ( Short Term dan Long Term ) ................................ 20

3. Penutup
A. Kesimpulan ............................................................................................ 21
B. Rekomendasi ........................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN






KECELAKAAN KAPAL LAUT, TERBALIKNYA KM. ACITA – 03 PESISIR PANTAI LAKEBA,
BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA
18 OKTOBER 2007

1. Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pada tanggal 19 Oktober 2007, Posko KNKT menerima laporan kecelakaan, terbaliknya KM. Acita – 03 di pesisir pantai lakeba, Bau bau. Pada tanggal 20 Oktober Tim investigasi KNKT dikirim untuk melakukan penelitian penyebab kecelakaan tersebut. Dari hasil investigasi yang dilakukan, kronologis kejadian adalah sebagai berikut : Pada tanggal 18 Oktober 2007, pukul 07.00 WITA, KM. Acita – 03 mulai melakukan persiapan keberangkatan dan beberapa penumpang mulai memasuki kapal. Berdasarkan sailing declaration (Surat pernyataan keberangkatan kapal) yang ditandatangani oleh Nakhoda, KM. Acita – 03 membawa 60 orang penumpang dan muatan barang dengan total berat muatan + 15 ton. Pada pukul 10.00 WITA, Nakhoda datang untuk melakukan persiapan dan pemeriksaan. Pada pukul 10.30 WITA, KM. Acita - 03 bertolak dari Pelabuhan P. Tomia menuju pelabuhan Jembatan Batu, Bau-bau. kondisi cuaca ketika keberangkatan, baik, gelombang rendah, dan jarak pandang normal. Selama perjalanan, kapal dalam kondisi dan kontrol yang baik, dan cuaca dalam kondisi cerah. Tinggi gelombang sedang. Para penumpang yang kebanyakan berada pada geladak kedua dalam kondisi istirahat dan tidak banyak melakukan pergerakan. Pada pukul 20.30 WITA, KM. Acita – 03 memasuki wilayah perairan selat masir. Pada posisi ini KM. Acita – 03 telah menempuh perjalanan sepanjang + 104 nmil dan kurang 4 nmil lagi menuju pelabuhan jembatan batu. Para penumpang yang semula diam, mulai bergerak untuk bersiap turun. Salah seorang penumpang yang berada di geladak kedua memberitahu bahwa dia telah mendapatkan sinyal HP (handphone). Penumpang lainnya kemudian ikut berusaha untuk mendapatkan sinyal HP tersebut dan beranjak dari posisinya masing-masing. Para penumpang yang berusaha mencari sinyal HP tersebut kemudian menumpuk pada bagian kanan kapal. Sesaat kemudian kapal miring ke kanan sampai dengan 90o. Melihat kondisi ini sesaat sebelum kapal terbaring, Nakhoda segera mengambil tindakan menetralkan posisi handle mesin. Para penumpang yang berada di geladak kedua dan atap kapal telah banyak tercebur ke laut. 10 menit berikutnya KM. Acita – 03 telah pada posisi terbalik (180o) dengan lunas menghadap ke atas. Meskipun terdapat baju pelampung, para korban tidak bisa mendapatkannya, dikarenakan waktu kejadian yang sangat cepat. KM. Acita - 03 Terbalik pada tanggal 18 Oktober 2007, pukul 21.00 WITA di koordinat 05o 30,81” LS dan 122o 32,9’ BT (+ 4 mil dari pelabuhan Jembatan Batu, Bau-bau). Kejadian kecelakaan ini segera diketahui oleh kapal-kapal ikan yang berada di sekitar lokasi kejadian dan kapal BASARNAS yang sedang melakukan latihan dan segera melakukan tindakan pertolongan (evakuasi).

B. DATA KAPAL
1. Data Utama Kapal

Nama : KM. ACITA - 03
Call Sign : -
Tanda Selar : GT.38 No. 62/KKH
Tipe : Kargo/Barang
Panjang keseluruhan (Length Over All) : 24.00 m
Panjang Antar Garis Tegak (LBP) : 21.8 m
Lebar keseluruhan (Breadth Moulded) : 4.35 m
Tinggi (Height) : 1.5 m
Lambung timbul (freeboard) : 300 mm
Kecepatan Dinas (Vs) : 7.5 Kt
Isi Kotor (Gross Tonnage) : 38
Tonase bersih (Net Tonnage) : 22
Bahan Dasar Konstruksi : Kayu
Tempat pembuatan (built at) : Nggele, Talliabu

Tahun pembuatan (year of built) : 10 Januari 2003 (Peletakan Lunas)
Kapasitas Muatan (Capacity) :
Penumpang
• Awak kapal (crew) : 11 Orang
• Penumpang duduk (pax) : 30 Orang
Pemilik (Owner) : Perorangan (milik H. La Yobene)
Pelabuhan pendaftaran : Kendari
Operator (managers) : PT. Dharma Ichtiar Indo Lines

2. Data Mesin dan Sistem Propulsi
Mesin Utama (Main Engine)
Tipe : Mesin diesel 4 tak kerja tunggal
Merek/ model : Mitsubishi / 6D16 (Non-Marine Use)
Jumlah : 1 Unit
Daya (EHP) : 160 Hp
Mesin Bantu (Auxiliary Engine)
Tipe : Diesel
Jumlah : 2 Unit
Daya (EHP) : 1000 watt dan 3000 watt
Sistem Propulsi
Jenis Propulsi : Fix Pitch Propeller
Jumlah : 1 Unit

3. Data peralatan komunikasi, navigasi dan peralatan keselamatan
Peralatan Komunikasi dan Navigasi
SSB Transceiver : 1 Unit (Ket. :non-marine use)
GPS : 1 Unit (Furuno)



2. ISI

A. KRONOLOGIS KEJADIAN
Pada tanggal 18 Oktober 2007, pukul 07.00 WITA, KM. Acita – 03 mulai melakukan persiapan keberangkatan dan beberapa penumpang mulai memasuki kapal. Berdasarkan surat ijin berlayar yang dikeluarkan oleh Ka.Sat.Wil.ker Tomia no.: AL.592/30/29/Sy.Bau wilker 07, KM. Acita – 03 mengajukan ijin untuk berangkat pada pukul 08.00 WITA. Tetapi kapal harus menunggu kedatangan Nakhoda dan proses pemuatan yang baru selesai sekitar pukul 10.00 WITA. Berdasarkan sailing declaration (Surat pernyataan keberangkatan kapal) yang ditandatangani oleh Nakhoda, KM. Acita – 03 membawa 60 orang penumpang dan muatan barang dengan total berat muatan + 15 ton.

Pada pukul 10.00 WITA, Nakhoda datang untuk melakukan persiapan dan pemeriksaan. Pada pukul 10.30 WITA, KM. Acita - 03 bertolak dari Pelabuhan P. Tomia menuju pelabuhan Jembatan Batu, Bau-bau. Proses keberangkatan kapal tidak melalui proses pemeriksaan kondisi kapal yang seharusnya dilakukan oleh petugas pelabuhan setempat. Dengan demikian tidak ada data atau keterangan yang didapatkan untuk mengetahui kondisi kapal (Sarat/trim) ketika berangkat. Berdasarkan hasil wawancara dengan para saksi, kondisi cuaca ketika keberangkatan, baik, gelombang rendah, dan jarak pandang normal. Rute yang akan ditempuh oleh KM. Acita – 03 dengan tujuan pelabuhan Bau-bau adalah sejauh + 108 nmil dengan waktu tempuh berkisar antara 8 -10 jam. Selama perjalanan, kapal dalam kondisi dan kontrol yang baik, dan cuaca dalam kondisi cerah. Tinggi gelombang sedang (2,5 – 3 m). Para penumpang yang kebanyakan berada pada geladak kedua dalam kondisi istirahat dan tidak banyak melakukan pergerakan. Pada pukul 21.00 WITA, KM. Acita – 03 memasuki wilayah perairan selat masir. Pada posisi ini KM. Acita – 03 telah menempuh perjalanan sepanjang + 104 nmil dan kurang 4 nmil lagi menuju pelabuhan jembatan batu. Para penumpang yang semula diam, mulai bergerak untuk bersiap turun. Salah seorang penumpang yang berada di geladak kedua berteriak bahwa dia telah mendapatkan sinyal HP (handphone). Penumpang lainnya kemudian ikut berusaha untuk mendapatkan sinyal HP tersebut dan beranjak dari posisinya masing-masing.

Posisi KM. Acita – 03 ketika melewati selat masir adalah berdekatan dengan pantai lakeba yang berada di sebelah kanan kapal. Para penumpang yang berusaha mencari sinyal HP tersebut kemudian menumpuk pada bagian haluan dan sisi kanan kapal, bahkan ada yang naik ke atap kapal. Kondisi ini mengakibatkan kapal miring ke kanan. Melihat kondisi ini, beberapa orang ABK memberikan peringatan kepada para penumpang yang menumpuk di sebelah kanan atas kapal untuk tidak melakukan banyak pergerakan dikarenakan kapal mulai oleng. Namun peringatan tidak dihiraukan oleh penumpang. Sesaat kemudian kapal miring ke kanan sampai dengan 900. Melihat kondisi ini sesaat sebelum kapal terbaring, Nakhoda segera mengambil tindakan menetralkan posisi handle mesin. Para penumpang yang berada di geladak kedua dan atap kapal telah banyak tercebur ke laut. 10 menit berikutnya KM. Acita – 03 telah pada posisi terbalik (1800) dengan lunas menghadap
ke atas. Sebagian penumpang masih terjebak di dalam kapal. pada 10 menit berikutnya, KM. Acita – 03 terbalik lagi pada posisi tegak. Meskipun terdapat baju pelampung, para korban tidak bisa mendapatkannya, dikarenakan waktu kejadian yang sangat cepat.

KM. Acita - 03 Terbalik pada tanggal 18 Oktober 2007, pukul 21.00 WITA di koordinat 05o 30,81” LS dan 122o 32,9’ BT (+ 4 mil dari pelabuhan Jembatan Batu, Bau-bau)

B. PROSES EVAKUASI DAN TINDAKAN PENYELAMATAN
Kejadian kecelakaan ini segera diketahui oleh kapal-kapal ikan yang berada di sekitar lokasi kejadian dan segera melakukan tindakan pertolongan (evakuasi). Pada pukul 23.00 WITA, Tim Evakuasi dan Pencarian (SAR) yang terdiri dari SAR Kendari (yang kebetulan sedang melakukan latihan SAR di wilayah perairan tersebut), SAR Bau-bau, TNI-AL, Kepolisian, dan KPLP mulai melakukan pencarian korban pada bangkai kapal KM. Acita – 03. Untuk mempermudah pencarian korban, tim evakuasi membongkar bagian atap kapal dan kemudian menurunkan tim penyelam memeriksa bagian dalam kapal. Dari hasil penyelaman, didapatkan beberapa korban yang telah meninggal dan kemudian dievakuasi ke RSUD Bau-bau. Proses evakuasi korban ini berlangsung pada keesokan harinya. Pencarian korban juga dilakukan pada wilayah perairan sekitar Selat Masir hingga ke Laut Banda. Pencarian korban dihentikan pada 25 Oktober 2007. sampai pada hari tersebut, korban hilang masih berjumlah 9 orang.

C. KORBAN DAN KERUGIAN
1. Korban Jiwa
Berikut adalah data jumlah korban jiwa berikut keterangan cedera yang diderita. Data paling akhir didapat dari Posko Pengaduan kecelakaan pada tanggal 24 Oktober 2007.

Tabel I-5 Data Korban Jiwa Kecelakaan Terbakarnya KM. Acita - 03

Jenis Cedera ABK Penumpang Total
Fatal/Meninggal 1 30 31
Hilang - 9 9
Serius
Ringan 25 25
None 10 99 109
TOTAL 11 163 174


Berdasarkan data yang didapat dari posko pengaduan kecelakaan KM. Acita – 03, dari total 30 orang Korban meninggal 11 orang laki-laki (4 dewasa dan 7 anak/bayi) dan 19 orang perempuan (15 dewasa dan 4 anak/bayi). Korban meninggal diakibatkan tenggelam.

2. Kerusakan Kapal dan Kerugian Muatan
Dari hasil pemantauan dan pemeriksaan kapal, didapatkan tidak ada kerusakan pada seluruh bagian kapal. Sedangkan untuk kondisi kamar mesin tidak dapat diketahui dikarenakan masih terendam air. Seluruh muatan yang ada dapat dievakuasi.


D. INFORMASI TAMBAHAN
1. Data dan keterangan dari awak kapal dan saksi-saksi lain

• Nakhoda
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
pendidikan terakhir : SKK- 60 Mil
Pengalaman berlayar : Mulai tahun 1986 menjabat sebagai nakhoda (kapal Layar Motor) pelayaran Jakarta, Kalimantan, Bali.

Keterangan :
- Pada tanggal 18 Oktober 2007 pukul 07.30 WITA, kapal KM. Acita - 03 yang posisinya berlabuh di sekitar P. Tomia, melakukan pemuatan penumpang dengan tujuan P. Bau-Bau.
- Penumpang menggunakan sampan dari pantai P. Tomia untuk dapat sampai ke kapal
- Jumlah penumpang 103 orang dewasa, (meskipun kapal tersebut di berikan dispensasi penumpang bermuatan 30 orang (Maksimum). Nakhoda mengajukan dokumen pernyataan keberangkatan kapal. Dalam surat ini dinyatakan bahwa penumpang berjumlah 60 orang.
- Pukul 08.00 WITA Nakhoda mendatangani Surat ijin berlayar (SIB). saat itu petugas SATWILKER tidak ada di tempat, dan diwakili oleh pembantu satwilker.
- Pukul 10.00 WITA, pemuatan telah selesai dilaksanakan dengan rincian : jumlah penumpang 103 orang dewasa (60 orang penumpang tidak bertiket), muatan barang Sepeda motor 9 Unit, Ikan Asin 4 Ton, Rumput Laut 4 karung (@ Per Karung 50 kg), Drum (untuk ballast) 4 Buah (isi air laut @ 250 Kg). Sesudah melakukan pemuatan, nahkoda memerintahkan ABK kapal untuk melakukan persiapan berlayar dimana semua ABK sudah di tempat posisinya masing-masing,
- Ketika hibop jangkar, kapal mengalami oleng/stabilitas kurang baik. Hal ini diakibatkan karena penyusunan muatan yang disebabkan oleh muatan penumpang yang terletak di geladak 1 dan geladak 2, yang dek palka kurang beban muatan, mengakibatkan kapal berat atas.
- Pukul 10.15 WITA nakhoda memerintahkan ABK untuk mengisi 4 buah drum plastik (@ 250 kg) diletakkan dalam palka dan diikat.
- Pukul 11.00 WITA, KM. Acita - 03 berlayar dari P. Tomia Ke P. Bau-bau, dengan keadaan stabil. Cuaca cerah, ombak tenang. Nakhoda sebagai pembawa kapal dari P. Tomia sampai Pelabuhan Bau-Bau tanpa istirahat
- Pelayaran ditempuh 104 Mil dengan waktu 12 jam.
- Nakhoda melakukan kontrol kapal dengan tanpa istirahat, hanya digantikan pada saat akan makan dan ke kamar mandi.

• Komprador
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
pendidikan terakhir : SMP (di P. Tomia)
Pengalaman berlayar : 8 Bulan KM. Acita - 03 P. Bau-Bau ke P. Tomia


Keterangan :
- Pada tanggal 18 Oktober 2007, pukul 07.30 WITA kapal KM. Acita - 03 posisi berlabuh di sekitar P. Tomia,
- Penumpang yang akan naik KM. Acita - 03 dengan tujuan Pelabuhan Bau-Bau, menggunakan sampan dari pantai P. Tomia ke kapal
- Jumlah penumpang 103 orang dewasa. kapal mendapatkan dispensasi penumpang sampai dengan 60 orang dimana ijinnya sampai 30 orang (Maksimum),
- Diperintahkan oleh Nakhoda sebagai penarik tiket penumpang dengan biaya per Orang Rp 60.000,-. Untuk penumpang kurang dari 10 Tahun tidak dikenakan biaya. Selain itu juga diberi kewenangan untuk pengurusan dokumen kapal baik di agen, maupun di pihak syahbandar.
- Saksi melakukan pengawasan muatan sampai pada pukul 10.30 WITA.
- Waktu kejadian, Saksi sedang istirahat di dek 1 (tepatnya di atas kamar mesin sebelah kanan).


Juru Mudi
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
pendidikan terakhir : SD sampai Kelas 4 (di P. Tomia)
Pengalaman berlayar : 2 Bulan di KM. Acita - 03

Keterangan :
- pada tanggal 18 Oktober 2007, pukul 07.30 WITA kapal KM. Acita - 03 saat itu posisi berlabuh di sekitar P. Tomia, dimana penumpang saat itu juga akan naik KM. Acita - 03 yang bertujuan P. Bau-Bau menggunakan sampan dari pantai P. Tomia ke kapal yang saat itu berpenumpang 103 orang dewasa, meskipun kapal tersebut diberikan dispensasi penumpang bermuatan 30 orang (Maksimum).
- bertugas membantu pengaturan penumpang juga barang muatan kapal, saat kejadian, saksi sedang tidur di dalam palka dan sekalian menjaga muatan bersama salah satu koban ABK yang meninggal dunia. Saksi juga sempat menyelamatkan 2 orang penumpang.

• Kelasi
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
pendidikan terakhir : SMP (di P. Tomia)
Pengalaman berlayar : 5 Bulan KM. Unomi (Tanjung Pinang - Kijang)

Keterangan :
- Pada tanggal 18 Oktober 2007, pukul 07.30 WITA kapal KM. Acita - 03 posisi berlabuh di sekitar P. Tomia, menggunakan sampan dari pantai P. Tomia ke kapal yang saat itu berpenumpang 103 orang dewasa, meskipun kapal tersebut diberikan dispensasi penumpang bermuatan 30 orang (Maksimum)
- bertugas mengatur muatan juga mengarahkan penumpang kapal di dek 1 dan dek 2.
- Saat kejadian, posisi Saksi di buritan kapal dek 1 lagi istirahat duduk tidak tidur memperhatikan. KM. Acita - 03 berlayar dari P. Tomia ke Pelabuhan Bau-bau, dengan keadaan stabil, cuaca cerah, ombak tenang.
- Saat kejadian, saksi melihat penumpang berteriak minta tolong, memperhatikan kapal saat miring kanan langsung 90o tidak lama kemudian kapal terbalik hingga posisi lunas kapal berada di atas,
- Penumpang tidak sempat mengenakan jaket pelampung, lalu kapal terguling 180o dan kembali lagi dalam keadaan posisi semula,
- keadaan kapal tergenang air sampai dek 1, penumpang dan ABK menyelamatkan diri berteriak minta tolong, tidak lama kemudian ada perahu rakyat menolong para penumpang, juga tim gabungan dari SAR Makassar (saat itu tim SAR melakukan latihan di perairan P. Bau-Bau)
- Evakuasi penumpang ditangani oleh Tim SAR yang terdiri dari SAR Bau-bau, SAR Kendari, TNI-AL, Kepolisian, dan KPLP.


• Penumpang
Umur : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
pendidikan terakhir : Sarjana Agama ( Bahasa Arab )

Keterangan :
- Pada tgl 18 Oktober 2007, pukul 10.00 WITA kapal berangkat dari P. Tomia dengan muatan penumpang sejumlah + 100 orang yang posisi di dek 1 dan dek 2,
- Saksi mengetahui kapal bermuatan 9 unit kendaraan, ikan asin, rumput laut yang dimuat didalam palka, 3 unit kendaraan ada di gang depan sebelah kanan, 1 unit berada di depan dibawah tangga akomodasi.
- Sebelum kejadian, kapal mengalami miring ke kiri, ABK kemudian mengimbangi dengan Drum isi air laut sebanyak 4 buah.
- Kapal berlayar dari P. Tomia Ke Pelabuhan Bau-bau, dengan keadaan stabil, cuaca cerah, ombak tenang.
- Kejadian kira-kira pukul 22.00 WITA, dengan adanya sinyal HP penumpang pada mencari sinyal akan tetapi tidak ada penumpang dek 1 dan dek 2 tidak ada yang naik ke atap kapal, dengan sekejapnya kapal miring kanan lalu terbalik lunas di atas, saat itu mencari tempat untuk menggantungkan celana jeans agar gerakan berenang tidak berat, tidak lama kemudiaan kapal terbalik lagi, dimana posisi kembali awal hanya terisi air laut sampai dek 1, kemudian 2 buah kapal rakyat datang untuk menolong korban tenggelam dan kemudian melakukan pencarian korban lain. Korban selamat lalu dibawa di tepi pantai.

Saran :
- penumpang waktu membeli tiket harus di catat nama lengkap.
- Nakhoda harus ada rasa tanggung jawab.

• Petugas Wilayah kerja Tomia
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
pendidikan terakhir : SMA
Pengalaman Kerja : SATWILKER P. Tomia

Keterangan :
- Petugas tidak ada di tempat. memberikan perintah pada pembantu yang telah 3 tahun menjalankan tugas membantu SATWILKER di P.Tomia sebelumnya. Misalkan mengantar dan meminta dokumen kapal yang keluar masuk pelabuhan P. Tomia.

2. Kondisi Sistem Transportasi

Panjang Rute pelayaran Tomia – Baubau untuk kapal pengangkut penumpang adalah + 108 nmil dengan waktu tempuh 8 – 10 jam. KM. Acita – 03 melayani rute pelayaran untuk angkutan penumpang mulai pada bulan Mei 2006. selain kapal ini, ada 3 kapal lain yang diijinkan mengangkut penumpang untuk rute pelayaran Tomia – Bau bau yaitu : KM. Wisata, KM. Wulandari, KM. Nursabilillah. Tiga kapal tersebut merupakan tipe kapal yang sama dengan KM. Acita – 03.

3. Hasil pemeriksaan kapal dan dokumen
KM. Acita - 03 dibangun pada tahun 2003 dan sesuai dengan surat ukur No.62/KKh yang dikeluarkan oleh Syahbandar Luwuk merupakan kapal jenis kapal barang. Berdasarkan surat dispensasi penumpang No.: PK.653/20/19/Kpl.Bu-07 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelabuhan Bau-bau, KM. Acita – 03 mendapatkan dispensasi untuk memuat penumpang sampai dengan 30 orang (kapasitas maksimum 60 orang). Sesuai sertifikat kesempurnaan dan garis muat sementara no.: PK.650/20/18/Kpl.Bau-07 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelabuhan Bau-bau, KM. Acita - 03 telah melaksanakan docking terakhir pada tanggal 19 s/d 25 Juni 2007 di pantai Tomia, Sulawesi Tenggara. Selain itu, Pemeriksaan nautis/teknis juga telah dilakukan di Bau-bau pada tanggal 25 September 2007. KM. Acita – 03 melayani rute Tomia - Baubau sejak Mei 2006.
Tim investigasi KNKT juga telah melakukan pemeriksaan fisik dan pengukuran ulang terhadap bangkai kapal KM. Acita – 03. Dari hasil pemeriksaan, diketahui tidak ada kerusakan pada konstruksi kapal baik itu konstruksi lambung bawah air, ruang akomodasi, dan anjungan.

E. ALISIS PENYEBAB
1. KONSTRUKSI KAPAL
Dari hasil pemeriksaan konstruksi kapal berikut pengukurannya, diketahui bentuk lambung kapal adalah V-type. Bentuk ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu tahanan kapal lebih kecil sehingga dengan tenaga mesin yang sama akan menghasilkan kecepatan kapal yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bentuk lambung kapal U-type. Kekurangannya bentuk V-type memiliki stabilitas yang buruk. KM. Acita 03 didesain dengan V-type dengan alasan untuk efisiensi bahan
bakar karena penggunaan mesin dengan daya yang rendah, untuk kecepatan kapal yang sama.

Ilustrasi di atas merupakan hasil pengukuran dari kondisi fisik lapangan. Bentuk bangunan atas yang tinggi dapat memberikan periode oleng kapal yang cepat. Semakin tinggi bangunan atas maka titik berat kapal (titik Gravity) akan semakin naik sehingga dapat menurunkan stabilitas kapal. Hal ini dapat diperburuk dengan penempatan muatan di geladak teratas. Dari pengamatan terhadap fasilitas akomodasi kapal, KM Acita 03 dapat memungkinkan adanya penambahan penumpang. Dari pemeriksaan manifes kapal dan pendataan ulang penumpang, diketahui jumlah penumpang yang ada di atas kapal 6 kali lipat dari dispensasi yang diberikan yaitu 30 orang.

2. KONDISI PEMUATAN KAPAL
Seperti yang terlihat pada sketsa pemuatan pada bab sebelumnya (Gambar I-2) , selain mengangkut penumpang, KM. Acita 03 juga membawa beberapa jenis muatan (lihat Tabel I-4). Jika dibandingkan dengan kondisi kapal yang ada, terkesan penempatan muatan dipaksakan karena muatan tercampur dengan fasilitas akomodasi penumpang. Tetapi dari sisi stabilitas kapal penempatan muatan ini tidak menjadi masalah dikarenakan sebagian besar muatan berada di dalam palkah.

Berdasarkan teori Domino menurut W. Heinrich pada tahun 1931 yang mengemukakan bahwa kecelakaan terjadi oleh karena adanya: Tindakan yang tidak aman (unsafe act) dan Kondisi yang tidak aman (unsafe condition). Menurutnya, kecelakaan dapat dicegah dengan menghilang kedua faktor diatas tadi, yaitu meniadakan perilaku tak aman dan meniadakan kondisi tak aman. Atau dengan kata lain dengan cara mengendalikan situasinya (thing problem) dan masalah manusianya (people problem). teori menurut Heinrich terlalu menekankan atau menyalahkan manusianya sebagai penyebab utama (blame the people). Padahal manusia tersebut pada dasarnya tidak ingin mengalami kecelakaan apalagi cedera dan cacat. Dan manusia pada dasarnya bekerja dalam suatu tempat kerja yang merupakan sebuah sub-sistem dan suatu sistem. pandangan yang menekankan faktor manusia (Human Failure) sebagai penyebab kecelakaan bergeser perhatiannya terhadap system. Sehingga berkembang pandangan bahwa kecelakaan terjadi oleh karena adanya kekurangan didalam suatu sistem (System Fault).
Kalo dihubungkan kejadian kecelakaan kapal laut, terbaliknya kapal KM. Acita-03 di peisisr pantai Lakeba, Bau-bau, Sulawesi Tenggara dengan teori domino menurut Heinrich maka kejadian kecelakaan tersebut terjadi karena adanya Tindakan yang tidak aman (unsafe act) dan Kondisi yang tidak aman (unsafe condition). Karena kalo di lihat kronologis kejadiannya maka dapat terlihat bahwa adanya tindakan yang tidak aman oleh penumpang tersebut di dalam kapal, sehingga stabilitas kapal Menurun akibat bergeraknya sejumlah penumpang ke sisi luar kanan kapal sehingga mengakibatkan momen miring kapal semakin besar dan melebihi momen penegak kapal sehingga kapal terbalik. Untuk unsafe condition saya kira tidak ada masalah karena pada saat pemberangkatan cuaca dalam keadaan baik, ombak normal dan untuk angina juga tidak terlalu kencang. Oleh karena itu tindakan yang tidak aman (unsafe act) yang dilakukan oleh para penumpang yang merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan meskipun tidak dipungkiri ada beberapa factor lain atau factor pendukung yang menyebabkan terjadinya kecelakaan seperti yang di kemukakan oleh Birt dan Lotus
Bird dan Loftus mengembangkan konsep kecelakaan atau teori kecelakaan yang tidak jauh berbeda dengan Heinrich. Perbedaannya terletak pada pengertian bahwa perilaku yang tidak aman dan kondisi yang tidak aman merupakan sebagai penyebab langsung (immediate causes) bukan sebagai penyebab dasar (basic causes). Penyebab dasar terjadinya kecelakaan menurut mereka adalah faktor kendali dari manajemen.oleh karena itu faktor dari manajemen yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Seperti terlihat dalam kecelakaan terbaliknya kapal KM. Acita-03 di peisisr pantai Lakeba, Bau-bau, Sulawesi Tenggara, selain faktor dari manusianya sendiri maka kecelakaan itu juga di sebabkan oleh kelebihan daya muat oleh kapal yang melebihi ambang batas yang telah di tetapkan. Nah disini andai saja petugas pelabuhan dapat mengawasi dengan ketat adanya kelebihan tersebut maka kejadian kecelakaan tersebut dapat dihindari. Kapal KM. Acita mengangkut jumlah penumpang 103 orang dewasa, (meskipun kapal tersebut di berikan dispensasi penumpang bermuatan 30 orang (Maksimum). Nakhoda mengajukan dokumen pernyataan keberangkatan kapal. Dalam surat ini dinyatakan bahwa penumpang berjumlah 60 orang. Jumlah penumpang yang melebihi batas dispensasi yang disebabkan oleh Lemahnya pengawasan pihak regulator terhadap proses keberangkatan kapal, sehingga menyebabkan jumlah penumpang melebihi dispensasi yang diberikan. Selain itu juga kondisi arus balik lebaran dan terbatasnya sarana transportasi antara P. Tomia- Baubau menyebabkan para penumpang yang akan kembali ke tempat kerja memaksa ikut ke kapal ini. Nah dari sini adanya pengawasan dari petugas pelabuhan/sistem yang lemah sehingga terjadinya kecelakan tersebut juga sangat di pengaruhi oleh sistem dalam manajemen pelabuhan tersebut. Selain itu Kontrol awak kapal terhadap penumpang tidak dapat dilaksanakan, dikarenakan kurangnya kemampuan awak kapal ditinjau dari sertifikat kompetensi yang dimilikinya. Oleh karena itu manajemen di dalam pegawai dari ABK juga kurang bagus.


F. PENYEBAB LANGSUNG ( UTAMA ) DAN TIDAK LANGSUNG ( FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI ) PROSES TERBALIKNYA KAPAL

1. Penyebab Langsung ( Penyebab Utama )
Dari hasil wawancara terhadap para penumpang dan awak kapal diketahui bahwa sesaat sebelum kapal terbalik, para penumpang yang semula diam mulai melakukan pergerakan/aktifitas dikarenakan penumpang mengetahui bahwa kapal akan segera sampai di pelabuhan tujuan. Jika dilihat dari jumlah penumpang yang cukup besar, Pergerakan penumpang ini akan memberikan gangguan pada tingkat stabilitas kapal. dari wawancara diketahui pergerakan utama penumpang adalah ke arah satu sisi kapal yang berhadapan dengan daratan dikarenakan ada informasi bahwa sinyal telepon selular telah bisa ditangkap. Informasi ini yang kemudian memicu penumpang untuk mendapatkan sinyal telepon selular yang lebih kuat dengan bergerak pada sisi kapal sebelah kanan (berhadapan dengan daratan).

Distribusi penumpang pada sisi luar kanan kapal dan atap kapal akan memberikan momen miring yang cukup besar sehingga dapat mengalahkan momen pengembali kapal. Kondisi ini membahayakan dan telah diketahui oleh awak kapal yang kemudian berupaya untuk memperingatkan penumpang untuk kembali ke tempat semula, namun tidak dihiraukan. Dengan bertambahnya jumlah penumpang yang berkumpul di sisi kanan luar dan atap kapal, momen miring kapal akibat distribusi ini akan semakin besar dan sampai pada akhirnya melebihi momen penegak kapal dan kemudian kapal terbalik.

2. Penyebab Tidak Langsung ( Faktor kontribusi )
Terbaliknya KM. Acita 03 ini juga disebabkan karena beberapa factor konstribusi pendukung, antara lain:
a. Jumlah penumpang yang melebihi batas dispensasi yang disebabkan oleh Lemahnya pengawasan oleh pihak regulator terhadap proses keberangkatan kapal, sehingga menyebabkan jumlah penumpang melebihi dispensasi yang diberikan. Kondisi disebabkan karena jauhnya posisi kantor satker pengawas keberangkatan kapal dengan pelabuhan pemberangkatan kapal tersebut. Selain itu juga kondisi arus balik lebaran dan terbatasnya sarana transportasi antara P. Tomia- Baubau menyebabkan para penumpang yang akan kembali ke tempat kerja memaksa ikut ke kapal ini.
b. Kontrol awak kapal terhadap penumpang tidak dapat dilaksanakan, dikarenakan kurangnya kemampuan awak kapal ditinjau dari sertifikat kompetensi yang dimilikinya.
c. Kurangnya disiplin dan pengetahuan penumpang terhadap sistem keselamatan di atas kapal sehingga menyebabkan bergeraknya sebagian penumpang ke salah satu sisi kapal.
d. Jika dilihat dari sisi komersial, daya beli masyarakat di wilayah tersebut masih sangat rendah. Sehingga apabila diwilayah tersebut di operasikan kapal yang tingkat pelayanan dan keselamatannya memadai maka tidak akan mampu untuk menggunakannya. Adanya lonjakan permintaan jasa angkutan pada kondisi lebaran dimanfaatkan oleh operator kapal untuk mendapatkan pemasukkan tanpa memikirkan aspek keselamatan.

G. TINDAKAN KOREKTIF
Dari hasil analisis dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
• Jumlah penumpang yang melebihi batas dispensasi bukan faktor utama terbaliknya KM. Acita 03 tetapi merupakan faktor kontributor sedangkan penyebab utamanya adalah bergeraknya sejumlah besar penumpang pada sisi luar kanan kapal. Oleh karena itu perlu adanya kesigapan dari ABK dalam mencegah supaya penumpang tidak bergerak ke bagian sisi kapal yang dapat menyebabkan kapal oleng.
• Keterbatasan jumlah layanan transportasi angkutan laut pada saat itu, memaksa penumpang untuk menggunakan layanan transportasi laut tanpa mempertimbangkan aspek keselamatan. Oleh karena itu pengawasan terhadap penumpang kapal oleh pihak yang berwenang harus lebih rinci sehingga dapat di ketahui apakah kapal tersebut melebihi dari batas maksimal dispensasi atau tidak
• Desain akomodasi penumpang memungkinkan adanya penambahan jumlah penumpang dari batas yang telah ditentukan.
• Faktor kedisiplinan penumpang juga berperan dalam terjadinya kecelakaan yang terlihat pada tidak dihiraukannya peringatan dari awak kapal. Oleh karena itu sering di adakan penyuluhan/pemberitahuan/pengumuman kepada para penumpang agar penumpang sadar akan setiap bahaya yang mengancam



3. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa terbaliknya KM. Acita 03 di sebabkan oleh :
Menurunnya stabilitas kapal akibat bergeraknya sejumlah penumpang ke sisi luar kanan kapal sehingga mengakibatkan momen miring kapal semakin besar dan melebihi momen penegak kapal sehingga kapal terbalik. Faktor kontribusi yang secara tidak langsung berperan terhadap kecelakaan ini adalah sebagai berikut:
a. Jumlah penumpang yang melebihi batas dispensasi yang disebabkan oleh Lemahnya pengawasan pihak regulator terhadap proses keberangkatan kapal, sehingga menyebabkan jumlah penumpang melebihi dispensasi yang diberikan. Selain itu juga kondisi arus balik lebaran dan terbatasnya sarana transportasi antara P. Tomia- Baubau menyebabkan para penumpang yang akan kembali ke tempat kerja memaksa ikut ke kapal ini.
b. Kontrol awak kapal terhadap penumpang tidak dapat dilaksanakan, dikarenakan kurangnya kemampuan awak kapal ditinjau dari sertifikat kompetensi yang dimilikinya.
c. Kurangnya disiplin dan pengetahuan penumpang terhadap sistem keselamatan di atas kapal sehingga menyebabkan bergeraknya sebagian penumpang ke salah satu sisi kapal dan atap kapal.
d. Jika dilihat dari sisi komersial, daya beli masyarakat di wilayah tersebut masih sangat rendah. Sehingga apabila di wilayah tersebut dioperasikan kapal yang tingkat pelayanan dan keselamatannya memadai maka tidak akan mampu untuk menggunakannya. Adanya lonjakan permintaan jasa angkutan pada kondisi lebaran dimanfaatkan oleh operator kapal untuk mendapatkan pemasukkan tanpa memikirkan aspek keselamatan.

B. REKOMENDASI

1. DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

a. Kapal-kapal rakyat yang mengangkut penumpang :
• Konstruksi atap bangunan atas dimodifikasi menjadi rangka ringan bertutup terpal sehingga tidak mungkin untuk dinaiki penumpang.
b. Pemberian peringatan kepada petugas/pejabat pengawas kapal di pelabuhan pemberangkatan dan/atau pelabuhan pengeluaran sertifikat-sertifikat kapal yang menyalahi aturan keselamatan (pada kasus ini kapal tidak memiliki sertifikat keselamatan radio).
c. Pendelegasian kewenangan kepada aparat daerah untuk membantu pengawasan operasional kapal-kapal pelayaran rakyat bilamana wilayah tersebut tidak terjangkau oleh pengawas di pelabuhan terdekat.
d. Perlu dilakukan kajian mengenai prototipe kapal-kapal rakyat yang mengangkut penumpang dan barang yang laik beroperasi di wilayah-wilayah setempat. Dari hasil investigasi, diketahui bahwa ketinggian geladak antara diatas geladak utama hanya 1,2 m, sehingga tidak layak untuk mengangkut penumpang dan penumpang cenderung untuk berada di geladak atasnya

2. KANTOR PELABUHAN
Sosialisasi disiplin keselamatan kepada pengguna jasa angkutan kapal-kapal rakyat khususnya mengenai kedisiplinan pergerakan penumpang di atas kapal (mengumpul di salah satu sisi kapal pada saat kapal berlayar).

3. MANAJEMEN/OPERATOR KAPAL PELAYARAN RAKYAT
Perlunya sosialisasi kepada para awak kapal pelayaran rakyat mengenai tata cara pemuatan penumpang/barang bawaan yang memenuhi ketentuan keselamatan kepada penumpang.






Daftar Pustaka


http://www.dephub.go.id/knkt/ntsc_maritime/Laut/Draft_Laporan_Akhir_KM_Acita03.pdf

Kusminanti.Y.2007. Bahan Kuliah Dasar Keselamatan. Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. FKM UI. Depok

Syaaf.S.R.2007. Human Behavior. Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. FKM UI. Depok

Di Posting Oleh : Dorin Mutoif, Poltekkes Depkes Yogyakarta Jurusan Kesehatan lingkungan Occupational Health and Safety, University of Indonesia Munggu, Petanahan, Kebumen, Jawa Tengah

Senin, 04 Mei 2009

Fire Safety Management

Jalan2 naik mengelilingi kampus hijau UI dengan Sekun ( Sepeda Kuning )


Fire Safety Management


Fire Safety Management harus dilaksanakan dari mulai proses desain gedung, commisioning dan operasional gedung. Selama ini dalam pembangunan gedung, pemilik gedung hanya melibatkan konsultan perencana bangunan (arsitek), manajemen konstruksi, listrik dan kontraktor bangunan tetapi belum melibatkan konsultan fire safety. Artinya pihak pemilik/pengelola harus lebih berkoordinasi dengan pihak-pihak yang kompeten untuk setiap bidang, tidak terkecuali masalah fire safety, dalam perencanaan pembangunan gedung. Sementara di negara maju dalam pembangunan gedung harus melibatkan fire safety consultant.


Penyusunan Fire Safety Management memang tidak mudah karena terdiri dari beberapa rangkaian system yang harus dijelaskan secara terinci dan dapat diaplikasikan. Berikut ini adalah model / elemen Fire Safety Management System untuk gedung dalam keadaan beroperasi, yakni:

  1. Management Commitment
  2. Baseline Assessment
  3. Pre-Fire Planning
  4. Implementation
  5. Control
  6. Audit
  7. Management Review

Dari elemen-elemen Fire safety Management tersebut memperlihatkan bahwa komitmen dari manajemen menjadi dasar dalam penyusunan Fire Management System. Dan biasanya komitmen menjadi kendala tersendiri seperti yang sudah dijelaskan dalam penelitian Fire Safety Management.


Elemen berikutnya adalah Baseline Assessment. Tujuan dari baseline assessment adalah untuk memberikan gambaran kepada manajemen atas kondisi terakhir aspek-aspek keselamatan gedung miliknya atau yang dikelolanya. Aspek-aspek tersebut adalah personil, peralatan dan sistem atau prosedur yang ada. Dengan data yang terkumpul dari ketiga aspek tersebut maka pemilik/pengelola gedung akan dapat melihat posisi kesiapannya dalam menghadapi kebakaran atau bentuk emergency lainnya. Dengan demikian baseline assessment menjadi dasar dalam penentuan perencanaan fire emergency.


Sementara itu untuk Pre-Fire Planning terdiri dari beberapa elemen yaitu: prevention, preparedness, response dan recovery.


Fungsi Prevention (pencegahan) di sini adalah mengidentifikasi penyebab-penyebab maupun akibat-akibat yang ditimbulkan lebih dini sehingga beberapa tindakan dapat dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan kejadian yang mengakibatkan kebakaran untuk mengurangi dampak insiden pada gedung maupun sekitar gedung.


Preparedness berarti merencanakan aktivitas, program dan sistem yang disiapkan sebelum terjadi kebakaran. Pada preparedness inilah pihak manajemen merancang suatu perencanaan yang matang dalam hal penciptaan kesiapan tanggap darurat kebakaran. Seperti pemberian training kepada security agar dapat menanggulangi kebakaran dini, emergency drill yang melibatkan penghuni, penyiapan kerjasama dalam penanggulangan kebakaran (mutual aid), pelaksanaan fire safety meeting dengan penghuni atau pengguna gedung dan kegiatan lain yang bersifat peningkatan kesiapsiagaan.


Response (Penanggulangan) bertujuan menstabilkan dan mengendalikan fire emergency. Jika suatu kebakaran terjadi maka tindakan penanggulangan secara efektif harus dilakukan. Bagaimana mengkoordinasikan sumber daya yang ada? Bagaimana evakuasi dapat berjalan dengan efektif? Belum lagi aspek keselamatan dalam penanggulangan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang harus terjawab dalam operasi penanggulangan emergency.


Recovery (Pemulihan) merupakan elemen yang dipersiapkan untuk mengembalikan fasilitas, lingkungan sekitar gedung dan perangkat lainnya agar kembali berfungsi. Pada recovery inilah analisa dampak dan minimalisasi dampak kebakaran harus dituangkan dalam perencanaan recovery yang efektif dan dilaksanakan secara konsisten. Beberapa hal penting yang patut dipertimbangkan secara matang adalah Incident Investigation, Damage Assessment, Clean Up and Restoration, Business Interruption, Claim Procedures dan lainnya.


Setelah Pre-Fire Planning ini tersusun maka langkah berikutnya adalah tinggal pelaksanaannya. Dalam tahap pelaksanaan ini perlu dilakukan pengawasan agar setiap kegiatan mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam sebuah sistem, elemen yang perlu dilakukan adalah audit. Pelaksanaan audit ini sangat esensial untuk menjamin bahwa selama sistem berjalan pada kurun waktu tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan perusahaan.


Fire Safety Management ini juga harus dikaji ulang (review) agar selalu kontekstual dengan perubahan gedung dan lingkungan gedung. Sehingga Fire Safety Management akan selalu dapat diaplikasikan dan tidak menimbulkan kebingungan. Review ini biasanya dilakukan karena adanya perubahan organisasi, perubahan fisik bangunan gedung, adanya ketentuan atau perundangan yang baru, adanya tuntutan keselamatan dari penyewa gedung dan sebagainya.


Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Fire Safety Management menjadi faktor penting dalam manajemen pengelolaan bangunan tinggi dan elemen penting daya saing bisnis sekarang ini. Berangkat dari kenyataan ini maka sudah waktunya bagi pemilik atau pengelola gedung dituntut harus lebih profesional dalam menghadapi dan menanggulangi kebakaran yang mungkin menimpa bangunan gedungnya. Kualitas profesionalisme dalam aktivitas bisnis bangunan tinggi dapat tercermin dari Fire Safety Management yang dimilikinya dan diaplikasikan secara konsisten

http://arialat.multiply.com/journal/item/11


Mengapa Dibutuhkan Program Emergency Planning?

Alasan yang jelas adalah bahwa emergency dapat dan pasti terjadi, dan ketika terjadi emergency secara instingtif kita akan melindungi diri kita serta property yang kita miliki. Cara yang paling efektif dan logis adalah dengan merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi emergency.

Adapun elemen-elemen dalam program emergency planning adalah:

  • Pengkajian Bahaya

Manajemen harus melakukan kajian terhadap hazard yang dapat menimbulkan insiden. Terutama bagi industri-industri dengan tingkat bahaya yang tinggi harus mengidentifikasi bahaya dan mengevaluasinya. Banyak metode-metode yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin timbul berikut analisa dampaknya.

  • Evaluasi Sumber Daya

Dalam emergency response planning sumber daya yang ada di perusahaan juga harus dievaluasi. Berdasarkan skenario terburuk yang ditetapkan maka akan dapat terukur apakah sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan kebutuhan untuk menghadapi atau menanggulangi kondisi emergency.

  • Membuat Emergency Planning dan Prosedur

Setelah melakukan kajian terhadap bahaya dan mengevaluasi sumber daya yang diperlukan, maka kegiatan berikutnya adalah penyusunan emergency planning dan prosedur penanggulangannya. Bagaimanapun emergency planning dan prosedur penanggulangan merupakan buku pintar dalam persoalan menyangkut emergency. Oleh karena itu hal ini perlu disosialisasikan kepada para pegawai, tiap-tiap departemen di perusahaan dan para kontraktor yang terlibat dalam pekerjaan di perusahaan yang bersangkutan.

  • Mengintegrasikan dengan Emergency Planning di Masyarakat

Emergency planning ini juga harus diintegrasikan dengan emergency plan yang dimiliki oleh pemda setempat. Biasanya hal ini sulit dilakukan karena perlu ada penyesuaian-penyesuaian antara perusahaan dengan pemerintah daerah setempat. Padahal banyak insiden yang disebabkan industri yang kemudian berdampak kepada masyarakat luas di suatu daerah membutuhkan koordinasi yang solid antara pihak perusahaan dan Pemda. Dalam kajiannya, UNEP (United Nations Environment Programme) telah memberikan porsi kepada Coordinating Group yang berisi para stakeholder di masyarakat, wakil perusahaan dan Pemda untuk menjadi jembatan antara perusahaan dan Pemda dalam hal pengintegrasian emergency planning untuk tingkat masyarakat ini.

  • Melakukan Training

Perlu dilakukan training mengenai emergency planning kepada terutama pihak manajemen atau para key personnel dalam struktur organisasi emergency di dalam perusahaan. Namun demikian para pengambil kebijakan di pemerintahan juga perlu mendapat training atau sosialisasi tentang emergency planning, paling tidak sebagai masukan dalam hal persiapan menghadapi emergency di wilayahnya.

  • Edukasi kepada Masyarakat

Salah satu hak dari masyarakat adalah mengetahui bahaya apa yang mungkin muncul atas hadirnya suatu industri di wilayahnya. Pihak perusahaan harus terbuka dan mampu memberikan penerangan kepada masyarakat perihal keselamatan dan bahaya-bahaya dari industri yang didirikannya. Untuk itu perlu dipertimbangkan untuk membentuk Coordinating Group sebagai mediasi antara masyarakat, perusahaan dan pemda setempat agar pendidikan emergency awareness kepada masyarakat dapat berjalan efektif.

  • Melaksanakan Drill dan Latihan emergency

Untuk mengetahui apakah emergency planning dan prosedur yang tersusun dapat diaplikasikan maka perlu dilakukan drill. Baik yang bersifat functional drill seperti Table Top untuk pihak manajemen perusahaan, On-Scene Commander untuk key personnel di lokasi kejadian emergency, emergency response drill untuk seluruh key personnel organisasi emergency perusahaan maupun full scale exercise dimana melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat. Dengan melakukan drill ini maka akan dapat dievaluasi apakah emergency planning dan prosedur yang ada telah cukup memadai dan telah dimengerti.


Industri hari ini, harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal untuk mendukung program emergency planning yang efektif. Faktor eksternal tersebut adalah:

- Employee health and safety

- Media

- Liability

- Government regulations

- Insurance

- Public pressur

- Dan lain-lain


Emergency atau disaster tidak bisa dihindari secara total, namun kita tetap masih bisa mengantisipasi tentunya dengan persiapan yang efektif, mengurangi frekuensi kejadian dan tingkat keparahan kerusakan. Pada tingkat industri, emergency planning mestinya merupakan tanggung jawab manajemen yang paling fundamental

http://arialat.multiply.com/journal/item/10


Diposting Oleh : Dorin Mutoif, Poltekkes depkes Yogyakarta Jurusan kesehatan lingkungan
Occupational health and Safety, university of Indonesia
munggu, Petanahan, kebumen

Kamis, 02 April 2009

Membangun Paradigma K3 Melaui Konstruksi Hukum

Kebumen City


Membangun Paradigma K3 Melaui Konstruksi Hukum

Fakhruddun (Praktisi K3 – Jawa Timur

39 Tahun sudah K3 lahir ditengah kita sebagai payung hukum bagi kaum pekerja atau buruh untuk mendapat perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari ancaman bahaya atau risiko yang menyebabkan terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Dan 25 tahun lamanya undang-undang keselamatan kerja (UUK3) dikumandangkan, dikenalkan dan diperingati oleh masyarakat industri setiap tahunnya agar tercipka keharmonisan antara buruh dengan pengusaha didalam menjalin hubungan kerja. Dari ulasan di atas timbul pertanyaan sudahka K3 menjadi sebuah budaya bangsa ? sebelum menjawab permasalahan di atas ada kalanya kalau penulis sedikit membahas sejarah lahirnya K3 serta upaya sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan K3 melalui berbagai kegiatan kampanye maupun gerakan nasional yang bobot kegiatannya ditingkatkan di Indonesia sehubungan dengan Bulan K3 Nasioanal 2009 yang sedang kita peringati bersama saat ini.

Sejarah kelahiran K3 pada dasarnya merupakan asas pokok tentang keselamatan kerja dicetuskan dalam kitab undang-undang hukum perdata dengan ketentuan yang mewajibkan majikan untuk mengatur dan memelihara ruangan, alat dan perkakas, di tempat ia menyuruh melakukan pekerjaan sedemikian rupa, demikian pula mengenai petunjuk-petunjuk sedemikian rupa, sehingga buruh terlindungi dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan dan harta bendanya, sepanjang mengingat pekerjaan selayaknya diperlukan (1). Selanjutnya peraturan tentang perlindungan keselamatan terhadap buruh diatur lebih terinci melalui Ongevallen-Regeling 1939 (peraturan tentang Ganti Rugi pada Kecelakaan 1939) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Kecelakaan 1947.

Setelah era kemerdekaan, bangasa Indonesia memasuki babak baru terutama dalam mengisi kekoksongan hukum nasional (masa transisi dari hukum kolonial menuju hukum nasional), maka diadakannya berbagai peraturan hukum guna menopang pembangunan nasional termasuk dibidang ketenagakerjaan, maka lahirlah hukum nasional ketenagakerjaan pertama yang mengatur tentang pkok ketentuan pokok ketenagakerjaan yang dikenal dengan undang-undang no. 14 tahun 1969 yang secara berkelanjutan di lakukan perbaikan dan dirubah atau revisi berkali-kali hingga pada tahun 2003 yang kita kenal dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan saat ini. Lahirnya Undang-Undang keselamatan kerja sebagaimana yang kita kenal dengan UUK3 tidak lepas dari sejarah pahit perjuangan bangsa. Dalam literatur hukum perburuhan yang ada, riwayat hubungan perburuhan di Indonesia diawali dengan suatu masa yang sangat suram yakni zaman perbudakan, rodi dan poenali sanksi (2). Menyadari akan pentingnya peranan pekerja bagi perusahaan, pemerintah dan masyarakat maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan (3). Mengingat pola hubungan kerja antara buruh dan majikan sepenuhnya mencerminkan pola hubungan bergantung. Sedangkan kesadaran akan hubungan yang saling membutuhkan kurang diperhatikan oleh majikan. Tiada berfungsinya serikat kerja membuat majikan dapat seenaknya mempermainkan tenaga kerja yang melimpah (4). Untuk itu UUK3 dibuat dan dilahirkan agar perlindungan kaum buruh dapat bebas dari penindasan dan perlakuan di luar batas kemanusian yang dilakukan oleh orang maupun penguasa dapat dihindari.

Berkaitan dengan pola membangun paradigma K3 dengan konstruksi hukum nasional, penulis mengajak untuk memposisikan kembali K3 yang telah kita lakukan selama ini sebagai bagian dari kebijakan hukum nasional. Mengapa demikian ? mengingat perlakuan K3 cukup mendapat tempat yang istimewa dan tinggi dalam sistim hukum nasional kita (lihat hirarki Peraturan Perundangan dalam UU No. 10/2004). Beberapa kilasan keistimewaan di bawah ini kiranya dapat dijadikan sebagai pemikiran untuk menempatkan kembali posisi peraturan K3 sebagai bentuk hukum / norma.

Keistimewahan K3 secara normatif;

  1. Konsep K3 merupakan perwujudan dari pasal 27 ayat 2, Undang-Unadng Dasar 1945 sebagai amanat yang dicita-citakan oleh pendiri negeri ini agar kaum pekerja mendapat perlindungan harkat dan martabatnya secara manusiawi
  2. K3 dilahirkan melalui Undang-Undang (UU No. 1 Tahun 1970) dan sifat undang-undang ini termasuk lex specialis artinya bersifat khusus.
  3. Masalah penegakan dan pengawasannya;
    a. Direktur (Dirjen Binawas) ditunjuk oleh menteri untuk melaksanakan undang-undang ini.
    b. Pengawasan dilakukan oleh pegawai pengawas yang berdomisili dimasing-masing wilayah hukumnya dibantu oleh Ahli K3 dari luar struktur non pemerintah.
    c. Penagak hukum (polisi,jaksa) dapat terlibat apabila ada pelangaran yang bersifat tindak pidana.
  4. Untuk mendukung terlaksananya undang-undang ini maka teknis pelaksanaanya banyak didukung oleh peraturan menteri, keputusan menteri, keputusan bersama dll.
  5. Sosisalisasi undang-undang, sistim pelaksanaan yang mewajibkan untuk melakukan manajemen K3 dan kampanye juga diatur secara khusus oleh peraturan setingkat menteri. Wah … hebat ya.?
  6. Untuk memperingati bulan K3 juga ada juklak tersendiri dimana untuk peringatan tahun 2009 diatur oleh Keputusan Menteri No. 268/MEN/XII/2008 Tentang Penjuk Pelaksanaan Bulan K3 Nasional 2009.
  7. Karena K3 sarat dengan Peraturan, maka K3 tersusun atas kumpulan atau himpunan dari berbagai peraturan perundang-undangan.

Dari kajian di atas maka sudah selayaknya kalau kita perlu menempatkan K3 sebagai kerangka yuridis yang harus diperlakukan secara yuridis pula, sehingga kita sebagai praktisi, pemerhati dapat mengemban, dapat melakukan untuk mentaati K3 sebagai konsep hukum bukan karena yang lain. Untuk itu penulis sengaja mengajak untuk mengembalikan posisi K3 kembali ke tempatnya sebagai konstruksi hukum yang harus dibangun dengan kesepahaman tentang paradigma itu sendiri.

Istilah paradigma telah menghuni sesak pemikiran ilmuwan di setiap waktu dan kesempatan (5) istilah ini diartikan sebagai “ordering belief frame work” atau suatu kerangka keyakinan dan komitment para intelektual (6) Sementara R. Friedrichs mengatakan bahwa paradigma adalah pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajarinya (7). Pembelajaran yang dimaksudkan agar kita dapat memahami dan menjadikan landasan K3 sebagai first point untuk melihat, mengkaji, dan melakukan sesuatu., karena K3 merupakan bagian dari pada norma yang mempunyai tujuan sebagai alat atau sarana yang dapat dijadikan sebagai sarana perubahan dalam masyarakat termasuk masyarakat industri itu sendiri. Sebagai norma atau hukum maka K3 dapat memiliki fungsi sebagai makna kontrol atau pengawasan. “Sujamto” dalam bahasa Indonesia fungsi Controlling mempunyai padanan, yaitu pengawasan dan pengendalian artinya segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan semetinya atau tidak, sedangkan pengendalian memeiliki pengertian lebih forceful dari pada pengawasan, yaitu sebagai segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pelaksanaan tugas atau pekerjaan berjalan sesuai dengan yang semestinya (8).

Norma atau hukum dalam kenyataanya bukan merupakan subyek materi yang terpisah karena dilaksanakan dalam realitas sehari-hari. Tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki profesi khusus pada bidang hukum saja tetapi juga akan melibatkan orang –orang yang berasal dari kelompok profesi lain (seperti guru, pekerja, manager, serikat buruh, pemimpin-pemimpin perusahaan, berbagai macam ahli, mandor dan sebagainya (9). Oleh karena itu pendekatan normalah yang harus dilakukan oleh pengawas, ahli K3, praktisi maupun pengusaha agar K3 ditaati dan ditegakan sebagaimana kita mentaati dan mentegakan hukum-hukum positif yang lainnya.

Selanjutnya bagaimana mengedepankan paradigma K3 sebagai norma ? penulis berpendapat bahwa paradigma itu dapat digeser dengan menampilkan persolan K3 dengan mengedepankan sisi hukum sebagai solusinya dan menempatkan masyarakat sebagai fungsi kontrol, karena masyarakat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah proses perubahan. Fungsi kontrol dapat dijadikan untuk mengawasi dan menegakkan kewajiban yang diberikan negara kepada pengusaha agar dipenuhinya perlindungan buruh dari ancaman sumber bahaya yang mungkin bisa timbul di tempat kerja, yang pada akhirnya menjadikan buruh atau pekerja dapat celaka atau sakit akibat kerja.

Berkaitan dengan Bulan K3 Nasional 2009 upaya dan strategi untuk membudayaan K3 dilakukan secara terus menerus selama berpuluh-puluh tahun agar cita-cita bangsa untuk menjadikan K3 sebagai budaya nasional terwujud. Membudayakan K3 di tempat kerja tidaklah dapat disamakan dengan hanya memasang slogan-slogan budaya K3 di tempat kerja, tetapi lebih dari itu, sasaran untuk menyadarkan dan meningkatkan kwalitas masyarakat tentang K3 juga harus tercapai. Dan dalam hal ini pemerintah sebagai motivator memandang perlu untuk menggerakkan bersama-sama, menyeluruh dan terpadu melalui pertanggungjawaban yang berjenjang dalam sistim pemerintahan saat ini.

K3 melalui Bulan Gernas K3, telah menjadi tradisi sejak tahun 1984 hingga saat ini. Pada awalnya disebut dengan istilah Bulan Kampanye Nasional K3, dimana prakarsa dan peran aktif dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 1994, Bulan Kampanye Nasional K3 ditingkatkan menjadi Gerakan Nasional Pembudayaan K3, yaitu melalui pembentukan Panitia Nasional Bulan K3, menggerakan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen / Organisasi Kemasyarakatan, dan organisasi profesi secara fungsional sampai ditingkat perusahaan. DepartemenTenaga Kerja danTransmigrasi RI telah dan terus berupaya untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum serta mendorong kesadaran pimpinan perusahaan dan tenaga kerja melakukan peningkatan terhadap pemenuhan syarat-syarat K3 melalui berbagai program dankegiatan K3 (10). Pesan singkat ini disampaikan dalam juklak atau makalah peringatan bulan K3 nasional 2009, tersirat pemerintah menyadari akan kekurangan dalam pencapaian performa K3 yang dianggap masih jalan tempat kurang menggembirakan dari tahun ketahun.

Beberapa kelemahan penegakan K3 ternyata banyak disoroti pada sistim pengawasan, penegakan dan pemberian sanksi disamping secara substansial regulasi K3 juga perlu dilakukan pembaharuan. Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi kemerosotan K3 secara substansi, penulis akan menjelaskan dan menguraikan pada artikel berikutnya. Hal yang urgent adalah penegakan hukumlah yang harus dilakukan agar impian tersebut tercapai. Sejalan dengan kebijakan revitalisasi pengawasan untuk menekan angka kecelakaan 50% dan menyadari bahwa pada sektor konstruksi merupakan penyumbang kecelakaan terbesar, oleh sebab itu tahun 2009 ini dijadikan momentum yang baik sebagai ”Tahun K3 Sektor Konstruksi”(11). Berdasarkan arguemntasi di atas perhatian tampaknya akan ditujukan pada sektor konstruksi sebagai tolok ukur pada program utama didalam meraih zero accident walau itu terasa berat, tetapi pada momentum yang baik ini mari kita beranikan diri untuk menelaah kembali apa yang menjadikan K3 sebagai norma. Untuk itu pada kesempatan yang indah dan baik ini, atas nama pribadi dan organisasi K3 penulis tak lupa mengucapkan:

Selamat memperingati Bulan K3 Nasional 2009
12 Januari s/d 12 Februari 2009
“Kita Terapkan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Untuk Peningkatan Produktivitas Dan Mutu Kerja”

Semoga dalam usia yang ke 39, Undang-Undang K3 lebih berbobot, lebih berani menegakan hak pekerja dan lebih berani menindak tegas pelanggarnya. Sekian kajian yuridis dalam pembangunan K3 sebagai konstruksi hukum nasional ini. Dan perubahan mendasar yang harus dilakukan oleh berbagai pihak adalah bagaimana kita melakukan penegakan (law enforcement) dengan mempertimbangkan kebijakan penal sebagai sarana terakhir untuk membuat jerah para pelanggar. Mari kita tunggu. Demikian legal opinion ini semoga bermanfaat.

Diposting Oleh : Dorin Mutoif, Poltekkes depkes Yogyakarta Jurusan kesehatan lingkungan
Occupational health and Safety, university of Indonesia
munggu, Petanahan, kebumen