Senin, 04 Mei 2009

Fire Safety Management

Jalan2 naik mengelilingi kampus hijau UI dengan Sekun ( Sepeda Kuning )


Fire Safety Management


Fire Safety Management harus dilaksanakan dari mulai proses desain gedung, commisioning dan operasional gedung. Selama ini dalam pembangunan gedung, pemilik gedung hanya melibatkan konsultan perencana bangunan (arsitek), manajemen konstruksi, listrik dan kontraktor bangunan tetapi belum melibatkan konsultan fire safety. Artinya pihak pemilik/pengelola harus lebih berkoordinasi dengan pihak-pihak yang kompeten untuk setiap bidang, tidak terkecuali masalah fire safety, dalam perencanaan pembangunan gedung. Sementara di negara maju dalam pembangunan gedung harus melibatkan fire safety consultant.


Penyusunan Fire Safety Management memang tidak mudah karena terdiri dari beberapa rangkaian system yang harus dijelaskan secara terinci dan dapat diaplikasikan. Berikut ini adalah model / elemen Fire Safety Management System untuk gedung dalam keadaan beroperasi, yakni:

  1. Management Commitment
  2. Baseline Assessment
  3. Pre-Fire Planning
  4. Implementation
  5. Control
  6. Audit
  7. Management Review

Dari elemen-elemen Fire safety Management tersebut memperlihatkan bahwa komitmen dari manajemen menjadi dasar dalam penyusunan Fire Management System. Dan biasanya komitmen menjadi kendala tersendiri seperti yang sudah dijelaskan dalam penelitian Fire Safety Management.


Elemen berikutnya adalah Baseline Assessment. Tujuan dari baseline assessment adalah untuk memberikan gambaran kepada manajemen atas kondisi terakhir aspek-aspek keselamatan gedung miliknya atau yang dikelolanya. Aspek-aspek tersebut adalah personil, peralatan dan sistem atau prosedur yang ada. Dengan data yang terkumpul dari ketiga aspek tersebut maka pemilik/pengelola gedung akan dapat melihat posisi kesiapannya dalam menghadapi kebakaran atau bentuk emergency lainnya. Dengan demikian baseline assessment menjadi dasar dalam penentuan perencanaan fire emergency.


Sementara itu untuk Pre-Fire Planning terdiri dari beberapa elemen yaitu: prevention, preparedness, response dan recovery.


Fungsi Prevention (pencegahan) di sini adalah mengidentifikasi penyebab-penyebab maupun akibat-akibat yang ditimbulkan lebih dini sehingga beberapa tindakan dapat dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan kejadian yang mengakibatkan kebakaran untuk mengurangi dampak insiden pada gedung maupun sekitar gedung.


Preparedness berarti merencanakan aktivitas, program dan sistem yang disiapkan sebelum terjadi kebakaran. Pada preparedness inilah pihak manajemen merancang suatu perencanaan yang matang dalam hal penciptaan kesiapan tanggap darurat kebakaran. Seperti pemberian training kepada security agar dapat menanggulangi kebakaran dini, emergency drill yang melibatkan penghuni, penyiapan kerjasama dalam penanggulangan kebakaran (mutual aid), pelaksanaan fire safety meeting dengan penghuni atau pengguna gedung dan kegiatan lain yang bersifat peningkatan kesiapsiagaan.


Response (Penanggulangan) bertujuan menstabilkan dan mengendalikan fire emergency. Jika suatu kebakaran terjadi maka tindakan penanggulangan secara efektif harus dilakukan. Bagaimana mengkoordinasikan sumber daya yang ada? Bagaimana evakuasi dapat berjalan dengan efektif? Belum lagi aspek keselamatan dalam penanggulangan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang harus terjawab dalam operasi penanggulangan emergency.


Recovery (Pemulihan) merupakan elemen yang dipersiapkan untuk mengembalikan fasilitas, lingkungan sekitar gedung dan perangkat lainnya agar kembali berfungsi. Pada recovery inilah analisa dampak dan minimalisasi dampak kebakaran harus dituangkan dalam perencanaan recovery yang efektif dan dilaksanakan secara konsisten. Beberapa hal penting yang patut dipertimbangkan secara matang adalah Incident Investigation, Damage Assessment, Clean Up and Restoration, Business Interruption, Claim Procedures dan lainnya.


Setelah Pre-Fire Planning ini tersusun maka langkah berikutnya adalah tinggal pelaksanaannya. Dalam tahap pelaksanaan ini perlu dilakukan pengawasan agar setiap kegiatan mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam sebuah sistem, elemen yang perlu dilakukan adalah audit. Pelaksanaan audit ini sangat esensial untuk menjamin bahwa selama sistem berjalan pada kurun waktu tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan perusahaan.


Fire Safety Management ini juga harus dikaji ulang (review) agar selalu kontekstual dengan perubahan gedung dan lingkungan gedung. Sehingga Fire Safety Management akan selalu dapat diaplikasikan dan tidak menimbulkan kebingungan. Review ini biasanya dilakukan karena adanya perubahan organisasi, perubahan fisik bangunan gedung, adanya ketentuan atau perundangan yang baru, adanya tuntutan keselamatan dari penyewa gedung dan sebagainya.


Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Fire Safety Management menjadi faktor penting dalam manajemen pengelolaan bangunan tinggi dan elemen penting daya saing bisnis sekarang ini. Berangkat dari kenyataan ini maka sudah waktunya bagi pemilik atau pengelola gedung dituntut harus lebih profesional dalam menghadapi dan menanggulangi kebakaran yang mungkin menimpa bangunan gedungnya. Kualitas profesionalisme dalam aktivitas bisnis bangunan tinggi dapat tercermin dari Fire Safety Management yang dimilikinya dan diaplikasikan secara konsisten

http://arialat.multiply.com/journal/item/11


Mengapa Dibutuhkan Program Emergency Planning?

Alasan yang jelas adalah bahwa emergency dapat dan pasti terjadi, dan ketika terjadi emergency secara instingtif kita akan melindungi diri kita serta property yang kita miliki. Cara yang paling efektif dan logis adalah dengan merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi emergency.

Adapun elemen-elemen dalam program emergency planning adalah:

  • Pengkajian Bahaya

Manajemen harus melakukan kajian terhadap hazard yang dapat menimbulkan insiden. Terutama bagi industri-industri dengan tingkat bahaya yang tinggi harus mengidentifikasi bahaya dan mengevaluasinya. Banyak metode-metode yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin timbul berikut analisa dampaknya.

  • Evaluasi Sumber Daya

Dalam emergency response planning sumber daya yang ada di perusahaan juga harus dievaluasi. Berdasarkan skenario terburuk yang ditetapkan maka akan dapat terukur apakah sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan kebutuhan untuk menghadapi atau menanggulangi kondisi emergency.

  • Membuat Emergency Planning dan Prosedur

Setelah melakukan kajian terhadap bahaya dan mengevaluasi sumber daya yang diperlukan, maka kegiatan berikutnya adalah penyusunan emergency planning dan prosedur penanggulangannya. Bagaimanapun emergency planning dan prosedur penanggulangan merupakan buku pintar dalam persoalan menyangkut emergency. Oleh karena itu hal ini perlu disosialisasikan kepada para pegawai, tiap-tiap departemen di perusahaan dan para kontraktor yang terlibat dalam pekerjaan di perusahaan yang bersangkutan.

  • Mengintegrasikan dengan Emergency Planning di Masyarakat

Emergency planning ini juga harus diintegrasikan dengan emergency plan yang dimiliki oleh pemda setempat. Biasanya hal ini sulit dilakukan karena perlu ada penyesuaian-penyesuaian antara perusahaan dengan pemerintah daerah setempat. Padahal banyak insiden yang disebabkan industri yang kemudian berdampak kepada masyarakat luas di suatu daerah membutuhkan koordinasi yang solid antara pihak perusahaan dan Pemda. Dalam kajiannya, UNEP (United Nations Environment Programme) telah memberikan porsi kepada Coordinating Group yang berisi para stakeholder di masyarakat, wakil perusahaan dan Pemda untuk menjadi jembatan antara perusahaan dan Pemda dalam hal pengintegrasian emergency planning untuk tingkat masyarakat ini.

  • Melakukan Training

Perlu dilakukan training mengenai emergency planning kepada terutama pihak manajemen atau para key personnel dalam struktur organisasi emergency di dalam perusahaan. Namun demikian para pengambil kebijakan di pemerintahan juga perlu mendapat training atau sosialisasi tentang emergency planning, paling tidak sebagai masukan dalam hal persiapan menghadapi emergency di wilayahnya.

  • Edukasi kepada Masyarakat

Salah satu hak dari masyarakat adalah mengetahui bahaya apa yang mungkin muncul atas hadirnya suatu industri di wilayahnya. Pihak perusahaan harus terbuka dan mampu memberikan penerangan kepada masyarakat perihal keselamatan dan bahaya-bahaya dari industri yang didirikannya. Untuk itu perlu dipertimbangkan untuk membentuk Coordinating Group sebagai mediasi antara masyarakat, perusahaan dan pemda setempat agar pendidikan emergency awareness kepada masyarakat dapat berjalan efektif.

  • Melaksanakan Drill dan Latihan emergency

Untuk mengetahui apakah emergency planning dan prosedur yang tersusun dapat diaplikasikan maka perlu dilakukan drill. Baik yang bersifat functional drill seperti Table Top untuk pihak manajemen perusahaan, On-Scene Commander untuk key personnel di lokasi kejadian emergency, emergency response drill untuk seluruh key personnel organisasi emergency perusahaan maupun full scale exercise dimana melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat. Dengan melakukan drill ini maka akan dapat dievaluasi apakah emergency planning dan prosedur yang ada telah cukup memadai dan telah dimengerti.


Industri hari ini, harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal untuk mendukung program emergency planning yang efektif. Faktor eksternal tersebut adalah:

- Employee health and safety

- Media

- Liability

- Government regulations

- Insurance

- Public pressur

- Dan lain-lain


Emergency atau disaster tidak bisa dihindari secara total, namun kita tetap masih bisa mengantisipasi tentunya dengan persiapan yang efektif, mengurangi frekuensi kejadian dan tingkat keparahan kerusakan. Pada tingkat industri, emergency planning mestinya merupakan tanggung jawab manajemen yang paling fundamental

http://arialat.multiply.com/journal/item/10


Diposting Oleh : Dorin Mutoif, Poltekkes depkes Yogyakarta Jurusan kesehatan lingkungan
Occupational health and Safety, university of Indonesia
munggu, Petanahan, kebumen

Tidak ada komentar: